Rekam Jejak Mega Jual Aset Negara Bayangi Pencapresan Jokowi
Selasa, 25 Maret 2014 – 09:01 WIB
Rekam Jejak Mega Jual Aset Negara Bayangi Pencapresan Jokowi
jpnn.com - JAKARTA - Era kekuasaan PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI kelima telah diidentikkan dengan praktik penjualan aset negara. Mulai dari satelit, gas, sampai kapal tanker raksasa milik Pertamina.
Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio, rekam jejak negatif pada era kekuasaan PDIP itu pula yang sulit sulit dihapuskan dari ingatan publik. Bahkan, kekhawatiran yang muncul adalah terulangnya praktik itu apabila Joko Widodo alias Jokowi yang menjadi capres PDIP terpilih menjadi presiden selanjutnya.
"Noda tersebut akan datang kembali bahkan lebih pekat dan sulit dihapus jika Jokowi memang terlalu didikte partai yangg punya track record buruk dalam penjualan aset negara," ujar Agung saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (25/3).
Dipaparkannya, apabila PDIP tak mau mengulang sejarah penjualan aset negara, maka Jokowi sebagai capres yang diusung partai berlambang banteng moncong putih itu seharusnya berani mengemukakan visi misi pengelolaan aset negara. Pria yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta itu juga ditantang berani mengampanyekan untuk menempatkan menteri dari kalangan profesional dan non-partisan.
Sayangnya, kata Agung, kampanye Jokowi miskin program. “Yang ditampilkan adalah sosoknya yang sederhana. Kampanye yang menguras perasaan tapi mengesampingkan akal sehat," ujar Agung.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah juga menyinggung kembali soal kebijakan penjualan aset negara pada masa kepemimpinan Mega. Fahri melalui akunnya di Twitter menyinggung beberapa kebijakan Megawati yang dinilai merugikan dengan tagar #MelawanLupa.
"Dulu kau jual kapal tanker VLCC milik Pertamina lalu Pertamina kau paksa sewa kapal VLCC dengan mahal #MelawanLupa," tulis Fahri dalam akun Twitter miliknya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News
Calon wakil presiden dari Partai Demokrat Jusuf Kalla bersilaturahmi dengan Pemuda Muhammadiyah Kota Palembang, Sumatra Selatan, Selasa (10/8). Dia berjanji jika terpilih nanti tidak akan mengulangi kesalahan dalam mengelola negara.
Menurut Kalla, bangsa Indonesia telah mengalami dua kali kesalahan dalam proses politik ekonomi sejak merdeka. Kesalahan pertama terjadi pada era pemerintahan Orde Baru. Saat itu, pemerintah yang berkuasa terlalu menguatkan posisi konglomerat, sedangkan sebagian besar rakyat terbelenggu dalam kesulitan hidup.
Lebih lanjut Kalla mengatakan, kesalahan kedua terjadi pada era pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Kesalahan itu yakni pelepasan aset-aset negara kepada investor. Di antaranya divestasi saham PT Indosat
. Hal itu dikhawatirkan semakin membuat bangsa Indonesia terpuruk.
Karena itu, Kalla mengatakan kesalahan politik ekonomi itu tidak selayaknya terulang kembali di masa mendatang. Menurut Kalla, untuk mengurangi kesalahan tersebut seluruh komponen bangsa, termasuk umat Islam harus dilibatkan dalam sistem pembangunan bangsa.(OZI/Ajmal Rokian)
- Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri belum bisa bernafas lega melihat berbagai hasil survei yang menempatkan partainya di posisi teratas. Pasalnya, kekurangan Megawati mulai diungkap jelang Pemilu, salah satunya adalah Mega yang pernah menjual aset negara.
"Megawati tidak bisa lepas tangan dari apa yang pernah dia lakukan. Semasa jadi presiden, dia pernah menjual beberapa aset negara seperti hak ekplorasi ladang gas dan Indosat," ujar Pakar Komunikasi Politik UPH, Emrus Sihombing, dalam diskusi Polemik yang digelar Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/4/2014).
Salah satu akibat penjualan hak eksplorasi ladang gas itu dirasakan saat ini. Mega, saat itu menjual hak eksplorasi dengan harga yang murah.
"Pemimpin yang baik harus visioner, beliau harus memperhitungkan 5-10 tahun ke depan, toh saat itu juga banyak ahlinya," jelas Emrus.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh Emrus, Ketua DPP PPP Arwani Thomafi meminta agar Mega tidak lepas tangan. Jangan sampai kesalahan lama itu ditutup-tutupi dan tanggung jawabnya dilemparkan ke pemerintahan yang sekarang.
"Putusan yang benar ada putusan masa sekarang tak membebani masa mendatang," tuturnya.
Sementara itu, menurut ekonom Megawati Institute Imam Sugema yang dilakukan Megawati saat menjabat menjadi Presiden sudah tepat. Jika ada hal yang tidak sesuai, seharusnya itu menjadi tanggung jawab pemerintah yang sekarang menjabat.
"Menjadi tugas kepala negara berikutnya untuk merevisi, itu tugas pemerintahan SBY bukan tugas bu Mega," kata Sugema.
"Kalau ada komplain harga gas sekarang terlalu rendah, itu tugas pemerintah sekarang untuk melakukan renegosiasi," imbuhnya.
DEMOCRAZY.ID - Setelah Presiden ke 4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lengser pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya.
Salah satu kebijakan ekonomi Megawati Soekarnoputri yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003.
"Lalu dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan investasi bank guna menutup defisit anggaran negara," bunyi narator video di kanal Youtube Pojok History, dikutip pada Selasa 9 Januari 2024.
Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2003, tentang paket kebijakan ekonomi sesudah berakhirnya progrm IMF dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.
"Di sektor keuangan dilakukan perancangan jaring pengamanan sektor keuangan. Investasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi dilakukan peninjauan daftar negatif investasi. Menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi," ujarnya.
Dampaknya dinilai cukup baik, kurs rupiah yang semula Rp9.800 pada tahun 2001, menjadi Rp9.100 di tahun 2004. Tingkat inflasi juga menurun dari 13,1 persen menjadi 6,5 persen.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2 persen, begitupun poin IHSG dari 459 di tahun 2001, menjadi 852 pada tahun 2004.
Meskipun begitu, era kepemimpinan sejak tahun 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era kepemimpinan perempuan pertama yang menjadi Presiden Indonesia tersebut.
"Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik," ujarnya.
Adapun 2 dosa tersebut adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati, yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.
Di masa kepimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
"Diisventasi saham dimenangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapura teknologi telemedia PT LTD, yang sahamnya dikuasai oleh pemerintah Singapura lewat Temasek," bunyi narator video tersebut.
Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan. Saat dijual pada tahun 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94 persen saham.
5 tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Sontak, kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu, Qatar Telecom QSC, merogoh kocek sebesar Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia.
"Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo," ujarnya.
Megawati juga pernah tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah.
Para ekonom menilai, bahwa keputusan Megawati itu membuat negara merugi. Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut jika keputusan itu sudah benar.
Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan dengan mengingat saat itu harga gas dan minyak mobil di dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah Megawati adalah gas dari lapangan tangguh Papua ke China.
Beberapa waktu lalu Megawati mengklarifikasi bahwa saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang mengalami krisis.
Sementara pasokan minyak internasional masih melimpah, sehingga tidak ada satupun negara yang berniat membeli gas dari Indonesia.
"Itulan alasan Megawati menjual ladang gas itu ke China," pungkasnya.
BOGOR, KOMPAS.com — Bakal calon presiden Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, menilai tidak tepat kritik berbagai pihak terhadap Megawati Soekarnoputri terkait penjualan aset negara. Menurut Jokowi, pengkritik itu menggunakan tolok ukur keadaan saat ini, bukan situasi saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI 2001-2004.
Jokowi menuturkan, saat itu Indonesia sedang mengalami kesulitan karena belum pulih dari krisis ekonomi pada 1998. Akibatnya, Megawati terpaksa menjual beberapa aset milik negara.
"Konteks saat itu memang ada APBN yang harus ditutup. Jadi, jangan lihat saat sekarang. Kalau kesulitan seperti itu, kan terus mencari jalan keluar," kata Jokowi di sela-sela kampanye blusukan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (29/3/2014) pagi.
Jokowi menilai apa yang dialami oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu adalah suatu risiko menjadi seorang pemimpin. Pemimpin, kata Jokowi, pasti akan dihadapkan oleh pilihan-pilihan. "Terkadang dia dihadapkan dengan pilihan yang sulit dan itu harus dipilih," ujarnya.
Jokowi juga menampik anggapan bahwa dirinya akan mengikuti langkah Megawati untuk menjual aset negara jika terpilih sebagai presiden mendatang. Dalam keadaan ekonomi seperti sekarang, Jokowi ingin membeli kembali aset-aset negara yang telah dijual tersebut.
"Kan dilihat juga dari manajemen APBN, kalau ada yang normal dan longgar untuk pembelian kembali, kenapa ndak dilakukan," kata Jokowi.
Sejak Jokowi dideklarasikan sebagai capres, berbagai kritik memang sering dilontarkan terhadap dirinya dan PDI-P. Kritik mengenai penjualan aset negara sendiri sebelumnya dilontarkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah.
Suara.com - Era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri sejak 2001 menuai banyak polemik. Salah satunya terkait daftar aset negara yang dijual saat era Megawati. Belakangan, presiden kelima Indonesia ini pun banyak mendapatkan kritik dari netizen setelah dalam Rakernas PDIP dirinya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
Kata-kata yang sempat viral adalah dirinya tak mau mendapatkan menantu seperti tukang bakso, serta kopi susu yang merujuk pada rasisme orang-orang berkulit hitam. Megawati juga mengecam akan memecat kader PDIP yang melakukan manuver dalam proses pemilu 2024.
Kontroversi Megawati ternyata sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai presiden Indonesia. Ada dua dosa masa lalu yang melemahkan posisi Megawati sebagai presiden maupun kader politik. Dua dosa itu adalah daftar aset negara yang dijual saat era Megawati yakni Indosat dan hak eksplorasi ladang gas.
Baca Juga: Arie Kriting dan Gus Nadir Debat Sengit soal Isu Rasisme yang Diucapkan Megawati
Di masa kepemimpinannya, Megawati memperoleh kritik karena telah melakukan penjualan terhadap Indosat yang saat itu berstatus sebagai BUMN.
Divestasi saham diminangkan oleh perusahaan asal Singapura, Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (ST Telemedia) yang sahamnya dikuasai pemerintah Singapura lewat Temasek. Padahal saat itu Indosat tergolong BUMN yang menguntungkan.
Saat dijual pada 2002, ST Telemedia merogoh kocek Rp5,6 triliun untuk membeli 41,94% saham. Lima tahun kemudian, justru ST Telemedia yang memperoleh keuntungan berlipat setelah menjual seluruh saham Indosat yang dibeli dari Indonesia kepada Qatar Telecom QSC.
Kabar ini pun membuat publik naik pitam. Saat itu Qatar Telecom QSC merogoh Rp16,7 triliun untuk membeli saham Indosat dari ST Telemedia. Setelah akuisisi saham ini, Indosat berubah nama menjadi PT Indosat Ooredo.
Hak Eksplorasi Ladang Gas
Baca Juga: Guyonan Megawati Soal Papua dan Tukang Bakso Dicap Rasis, Pengelola Akun Twitter Gus Nadir Ngaku Heran
Megawati juga tercatat pernah menjual hak eksplorasi ladang gas dengan harga yang murah. Para ekonom menilai keputusan Megawati itu membuat negara merugi.
Meski dikecam banyak pihak, kubu Megawati menyebut keputusan ini sudah benar. Pasalnya, dulu harga gas belum setinggi hari ini. Kondisinya justru berkebalikan mengingat saat itu harga gas dan minyak bumi dunia sedang turun. Salah satu gas yang dijual murah oleh Megawati adalah gas dari lapangan Tangguh Papua ke Cina.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni